KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah saya panjatkan kehadirat Allah Swt. Yang telah memberikan banyak nikmatnya kepada saya. Sehingga saya mampu menyelesaikan Makalah Pendidikan Pancasila ini sesuai dengan waktu yang saya rencanakan. Makalah ini saya buat dalam rangka memenuhi salah satu syarat penilaian mata kuliah Pancasiladi Universitas Negeri Surabaya. Yang meliputi nilai tugas, nilai individu, dan nilai keaktifan.
Penyusunan makalah ini tidak berniat untuk mengubah materi yang sudah tersusun. Namun, hanya lebih pendekatan pada study banding atau membandingkan beberapa materi yang sama dari berbagai referensi. Yang semoga bisa member tambahan pada hal yang terkait dengan Kepentingan Pendidikan Pancasila dalam perkembangan Negara Indonesia di Era Reformasi.
Pembuatan makalah ini menggunakan metode study pustaka, yaitu mengumpulkan dan mengkaji materi Pendidikan Pancasila dari berbagai referensi. Saya gunakan metode pengumpulan data ini, agar makalah yang saya susun dapat memberikan informasi yang akurat dan bisa dibuktikan.
Penyampaian pembandingan materi dari referensi yang satu dengan yang lainnya akan menyatu dalam satu makalah saya.. Sehingga tidak ada perombakan total dari buku aslinya.
Saya sebagai penyusun pastinya tidak pernah lepas dari kesalahan. Begitu pula dalam penyusunan makalah ini, yang mempunyai banyak kekurangan. Oleh karena itu, saya mohon maaf atas segala kekurangannya.
Saya ucapkan terima kasih kepada Drs. I Made Arsana.Msi pengajar mata kuliah Pancasila yang telah membimbing saya dalam penyusunan makalah ini.
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar……………………………………………………………………………i
Daftar isi………………………………………………………………………………….ii
BAB 1 PENDAHULUAN…………………………………………………..........…...…1
1.1 Latar belakang ………………………………………………………………..1
1.2 Rumusan masalah……………………………………………………………..1
BAB 2 PEMBAHASAN……………………………………………………..........….….2
2.1 Arti Pancasila………………………………………………………………….2
2.2 Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia....................................5
2.3 Pancasila Sebagai Dasar Negara Republik Indonesia………………………...10
2.4 Pembahasan Sila-Sila Pada Pancasila…………………………………….......13
BAB 3 PENUTUP………………………………………………….………..............…….16
3.1 Simpulan……………………………………………………………….………16
3.2 Saran…………………………………………………………………….……..16
Daftar Pustaka…………………………………………………………………….……….17
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sejarah telah mengungkapkan bahwa Pancasila adalah jiwa seluruh rakyat Indonesia, yang memberi kekuatan hidup kepada bangsa Indonesia serta membimbingnya dalam mengejar kehidupan lahir batin yang makin baik, di dalam masyarakat Indonesia yang adil dan makmur.
Bahwasanya Pancasila yang telah diterima dan ditetapkan sebagai dasar negara seperti tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 merupakan kepribadian dan pandangan hidup bangsa, yang telah diuji kebenaran, kemampuan dan kesaktiannya, sehingga tak ada satu kekuatan manapun juga yang mampu memisahkan Pancasila dari kehidupan bangsa Indonesia.
Menyadari bahwa untuk kelestarian kemampuan dan kesaktian Pancasila itu, perlu diusahakan secara nyata dan terus menerus penghayatan dan pengamamalan nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya oleh setiap warga negara Indonesia, setiap penyelenggara negara serta setiap lembaga kenegaraan dan lembaga kemasyarakatan, baik di pusat maupun di daerah.
1.2 Rumusan Masalah
Untuk menghidari adanya kesimpangsiuran dalam penyusunan makalah ini, maka penulis membatasi masalah-masalah yang akan di bahas diantaranya:
1.2.1 Apa arti Pancsila?
1.2.2 Bagaimana pengertian Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia?
1.2.3 Bagaimana penjabaran Pancasila sebagai Dasar Negara Republik Indonesia?
1.2.4 Bagaimana penjabaran tiap-tiap sila dari Pancasila?
Untuk menghidari adanya kesimpangsiuran dalam penyusunan makalah ini, maka penulis membatasi masalah-masalah yang akan di bahas diantaranya:
1.2.1 Apa arti Pancsila?
1.2.2 Bagaimana pengertian Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia?
1.2.3 Bagaimana penjabaran Pancasila sebagai Dasar Negara Republik Indonesia?
1.2.4 Bagaimana penjabaran tiap-tiap sila dari Pancasila?
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
2.1 Arti Pancasila
Pancasila artinya lima dasar atau lima asas yaitu nama dari dasar negara kita,atau Pancasila terdiri dari dua kata dari bahasa Sansekerta: panca berarti lima dan sila berarti prinsip atau asas. Negara Republik Indonesia. Istilah Pancasila telah dikenal sejak zaman Majapahit pada abad XIV yang terdapat dalam buku Nagara Kertagama karangan Prapanca dan buku Sutasoma karangan Tantular, dalam buku Sutasoma ini, selain mempunyai arti “Berbatu sendi yang lima” (dari bahasa Sangsekerta) Pancasila juga mempunyai arti “Pelaksanaan kesusilaan yang lima” (Pancasila Krama), yaitu sebagai berikut:
1. Tidak boleh melakukan kekerasan
2. Tidak boleh mencuri
3. Tidak boleh berjiwa dengki
4. Tidak boleh berbohong
5. Tidak boleh mabuk minuman keras / obat-obatan terlarang
Perkataan pancasila mula-mula terdapat dalam perpustakaan Budha India. ajaran budha bersumber pada kitab suci Tri Pitaka dan Vinaya pitaka, yang kesemuanya itu merupakan ajaran moral untuk mencapai surga. ajaran pancasila menurut Budha adalah merupakan lima aturan (larangan) atau five moral principles, yang harus ditaati dan dilaksanakan oleh para penganutnya. adapun isi lengkap larangan itu adalah :
Panatipada veramani sikhapadam samadiyani, artinya “jangan mencabut nyawa makhlum hidup” atau dilarang membunuh.
Dinna dana veramani shikapadam samadiyani, artinya “jangan mengambil barang yang tidak diberikan.” maksudnya dilarang mencuri.
Kameshu micchacara veramani shikapadam samadiyani, artinya “jangan berbuat zina”.
Musawada veramani shikapadam samadiyani, artinya “jangan berkata bohong atau dilarang berdusta.
Sura merayu masjja pamada tikana veramani, artinya “janganlah minum-minuman yang memabukkan.”
Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945. sebagai dasar negara maka nilai-nilai kehidupan bernegara dan pemerintahan sejak saat itu haruslah berdasarkan pada Pancasila, namun berdasrkan kenyataan, nilai-nilai yang ada dalam Pancasila tersebut telah dipraktikan oleh nenek moyang bangsa Indonesia dan kita teruskan sampai sekarang.
Rumusan Pancasila yang dijadikan dasar negara Indonesia seperti tercantum dalam pembukaan UUD 1945 adalah:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia
Kelima sila tersebut sebagai satu kesatuan nilai kehidupan masyarakat Indonesia oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) dijadikan Dasar Negara Indonesia. Dalam upaya merumuskan Pancasila sebagai dasar negara yang resmi, terdapat usulan-usulan pribadi yang dikemukakan dalam Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia yaitu :
· Lima Dasar oleh Muhammad Yamin, yang berpidato pada tanggal 29 Mei 1945. Yamin merumuskan lima dasar sebagai berikut: Peri Kebangsaan, Peri Kemanusiaan, Peri Ketuhanan, Peri Kerakyatan, dan Kesejahteraan Rakyat. Dia menyatakan bahwa kelima sila yang dirumuskan itu berakar pada sejarah, peradaban, agama, dan hidup ketatanegaraan yang telah lama berkembang di Indonesia. Mohammad Hatta dalam memoarnya meragukan pidato Yamin tersebut
· Panca Sila oleh Soekarno yang dikemukakan pada tanggal 1 Juni 1945. Sukarno mengemukakan dasar-dasar sebagai berikut: Kebangsaan; Internasionalisme; Mufakat, dasar perwakilan, dasar permusyawaratan; Kesejahteraan; Ketuhanan. Nama Pancasila itu diucapkan oleh Soekarno dalam pidatonya pada tanggal 1 Juni itu, katanya: "Sekarang banyaknya prinsip: kebangsaan, internasionalisme, mufakat, kesejahteraan, dan ketuhanan, lima bilangannya. Namanya bukan Panca Dharma, tetapi saya namakan ini dengan petunjuk seorang teman kita ahli bahasa - namanya ialah Pancasila. Sila artinya azas atau dasar, dan diatas kelima dasar itulah kita mendirikan negara Indonesia, kekal dan abadi".
Setelah Rumusan Pancasila diterima sebagai dasar negara secara resmi beberapa dokumen penetapannya ialah :
1. Rumusan Pertama : Piagam Jakarta - tanggal 22 Juni 1945
2. Rumusan Kedua : Pembukaan Undang-undang Dasar - tanggal 18 Agustus 1945
3. Rumusan Ketiga : Mukaddimah Konstitusi Republik Indonesia Serikat - tanggal 27 Desember 1949
4. Rumusan Keempat : Mukaddimah Undang-undang Dasar Sementara - tanggal 15 Agustus 1950
5. Rumusan Kelima : Rumusan Kedua yang dijiwai oleh
6. Rumusan Pertama (merujuk Dekrit Presiden 5 Juli 1959)
nilai nilai pancasila secara intrinsik bersifat filosofis, dan di dalam kehidupan masyarakat indonesia nilai pancasila secara praktis merupakan filsafat hidup (pandangan hidup). nilai dan fungsi filsafat pancasila telah ada jauh sebelum indonesia merdeka. hal ini dibuktikan dengan sejarah majapahit (1293). pada waktu itu hindu dan budha hidup berdampingan dengan damai dalam satu kerajaan. Empu prapanca menulis “negara kertagama” (1365). dalam kitab tersebut telah terdapat istilah “pancasila”
empu tantular yang mengarang buku “sutasoma” yang di dalamnya memuat seloka yang berbunyi : “Bhineka Tunggal ika tan Hana Dharma Mangrua”, artinya walaupun berbeda namun satu jua adanya, sebab ada tidak agama yang memiliki Tuhan yang berbeda. Hal ini menunjukkan adanya realitas kehidupan agama pada saat itu, yaitu agama Hindu dan Budha. bahkan salah satu kerajaan yang menjadi kekuasaannya yaitu pasai jutru telah memeluk agama islam.
empu tantular yang mengarang buku “sutasoma” yang di dalamnya memuat seloka yang berbunyi : “Bhineka Tunggal ika tan Hana Dharma Mangrua”, artinya walaupun berbeda namun satu jua adanya, sebab ada tidak agama yang memiliki Tuhan yang berbeda. Hal ini menunjukkan adanya realitas kehidupan agama pada saat itu, yaitu agama Hindu dan Budha. bahkan salah satu kerajaan yang menjadi kekuasaannya yaitu pasai jutru telah memeluk agama islam.
Sumpah palapa yang diucapkan Mahapatih Gadjah mada dalam sidang ratu dan para menteri di pasebahan keprabuan Majapahit pada tahun 1331, yang berisi cita-cita mempersatukan seluruh nusantara raya sebagai berikut : “Saya baru akan berhenti berpuasa makan palapa, jikalau seluruh nusantara bertakhluk di bawah kekuasaan negara, jikalau gurun, seram, tanjungpura, Haru, pahang, Dempo, Bali, Sunda, palembang, tumasik telah dikalahkan”.
Dalam kehidupan bangsa Indonesia diakui bahwa nilai pancasila adalah pandangan hidup (filsafat hidup) yang berkembang dalam sosio-budaya Indonesia. nilai pancasila dianggap sebagai nilai dasar dan puncak (sari-sari) budaya bangsa, karenanya nilai ini diyakini sebagai jiwa dan kepribadian bangsa.
Sebagai ajaran filsafat, pancasila mencerminkan nilai dan pandangan mendasar dan hakiki rakyat indonesia dalam hubungannya dengan sumber kesemestaan, yakni Tuhan Yang Maha Esa sebagai asas fundamental dalam kesemestaan yang kemudian juga dijadikan fundamental kenegaraan yaitu negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa. Demikian pula asas kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan indonesia dan seterusnya dimana nilai nilai tersebut secara bulat dan utuh mencerminkan asa kekeluargaan, cinta sesama dan cinta keadilan.
2.2 Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia
Pandangan hidup adalah suatu manivestasi idenditas dan kepribadian suatu bangsa ada suatu sumber yang menyatakan bahwa . Berbicara tentang ideologi yang menjadi rujukan pandangan hidup Negara-bangsa, Prof. Dr. William T. Bluhm PhD, guru besar dalam Political Science pada Chicago University, dalam bukunya Modern Political \"Idologies and Attitudes\" (Culture ), melihat ada 4 (empat) teori mengenai Ideologi :
(1). TEORI KEPENTINGAN : Bahwa ideologi itu bersifat kejiwaan yang bisa diselidiki dan dijelaskan. Ideas yang terbentuk sebagai akibat realitas sekitar manusia. Manusia yang berakal bisa menggunakan reason untuk menciptakan hidupnya dengan memanipulasi realitas dunia yang ada d sekitarnya. Maka ideologi harus dipandang sebagai rasionalisaasi \"Kepentingan\" yang mungkin juga bersifat irrasional. Alatnya ialah politik
(2). TEORI KEBENARAN : Dr. Blim dalam hal ini mengikuti pandangan filosuf wanita Hanna Arendt tentang aktivitas manusia di dunia yang merefleksikan ideologi, yakni untuk menjalankan proses kehidupan. Ideologi kemudian muncul secara rasional dan bebas, yang ingin mewujudkan hakekat \"Kebenaran\". Sehingga apabila hakekat kebenaran yang lahir dari ideologi ini direalisasikan, maka hasilnya adalah \"Perubahan sosial politik maupun ekonomi yang diinginkan\", artinya kebenaran dapat diwujudkan oleh usaha politik.
(3). TEORI KESULITAN SOSIAL : Ideologi lahir dari hal-hal yang tidak disadari, sebagai pola jawaban terhadap kesulitan-kesulitan yang timbul dari masyarakat. Kesulitan tersebut sebagai pathologi yang memerlukan obat dan penyembuhan, maka fungsi ideologi adalah remedial atau kuratif.
(4). TEORI KESULITAN KULTURAL : Ideologi timbul karena hal-hal yang menyangkut hubungan perasaan dan arti hidup (Sentiment and Meaning). Kedudukan ideologi sama seperti ilmu pengetahuan teknologi, agama dan filsafat. Akibat selalu ada dislokasi sosial dan kultural dalam kehidupan manusia, maka manusia memerlukan arti hidup yang baru dan segar. Ideologi mencoba menjawab dengan pikiran-pikiran yang segar yang membumi, berisi kebijakan dan prinsip dasar, otoritas tertentu maupun teologi yang jelas. Dari sana disusunlah program-program maupun platforms yang praktis, bisa pula disusun blueprint membangun autonomous politoics, akhirnya membekali otoritas politik dengan konsep-konsep politik yang tepat.
Dari empat teori terbentuknya ideologi Bluhm tersebut (Kepentingan, Kebenaran, Kesulitan sosial dan Kesulitan kultural ), maka pandangan hidup sebagai follow-up ideologi akhirnya juga harus mampu menghadapi 4 (empat) masalah besar kemanusiaan itu, yakni :
(1) Mampu mengatasi kepentingan kehidupannya.
(2) Menciptakan pandangan hidup yang berisi kebenaran yang diaktulasasikan .
(3) Menghilangkan semua kesulitan social.
(4) Menghapuskan semuan keruwetan kultural melalui otoritas politik yang kuat.
Upaya aktualisasi ideologi melalui kegiatan pandangan hidup itu akhirnya akan mampu menciptakan \"Jati diri Bangsa\" yang berupa identitas dan kepribadian, sebagai manifestasi ideologi yang telah berakar kuat menjadi \"Pandangan hidup\". Pandangan hidup yang dalam istilah Jerman adalah \"Weltanschauung\" atau pandangan manusia tentang dunia yang mengelilinginya, yang dalam berbangsa dan bernegara merupakan perlengkapan diri atau senjata ampuh bermata dua, yakni :
(1) Senjata tajam untuk bisa memenuhi seluruh kepentingan manusia hidup di dunia yang serba langka, dan sekaligus juga
(2) Sebagai alat canggih untuk mencapai ekspresi kebenaran dalam menghadapi realitas khidupan duniawi.
Oleh karenanya ideologi bangsa menjelma menjadi pandangan hidup tadi akan selalu mengalami \"transformasi\" kearah yang lebih ideal dan mengarah kepada kesempurnaan. Sebagai pandangan hidup maka idealismenya akan selalu memberikan \"pengetahuan obyektif\" tentang otoritas politik atau pandangan otonom mengatasi berbagai masalah, bagaimanapun ruwet dan komplikasinya.
Dalam hubungan ini pemikir terkenal Alfred North Whitehead dalam essaynya yang berjudul \"Adventures of Ideas\" (New York, Mc Millon, 1933 ) mengemukakan adanya teori \"distorsi\" dalam manulis sejarah bangsa-bangsa, akan selalu ada penyimpangan atau bentuk yang tidak normal, karena sipenulis akan terpengaruh oleh pandangan hidupnya sendiri yang diyakini kebenaranya, kemudian diwujudkan dalam bentuk kritisisme dan penilaian fakta tertentu. Demikian juga \"Pemikiran atau Ideas\" yang dilahirkan oleh sebuah ideologi, yang selalu lahir dari sejarah sebuah bangsa, adalah akan tetap terperangkap oleh \"Intellectual stand point\" atau titik pandang/pendidian intellektual bangsa ketika ideologi maupun pandangan hidup akan tetap terdistorsi oleh pandangan-pandangan yang hidup dari komunitas politik terutama para elitenya, walaupun distorsi disini tidak harus \"berarti negatif\", tetapi justru lebih banyak arah \"positif dan korrelatifbta\" menuju perfeksi.
Hampir senada dengan itu, Prof. Robert Dahl, sebagai yang dikutip William E, Connolly dalam \"Political Science and Ideology\" (New York 1967), berpendapat, bahwa “nilai yang lahir dari sebuah idea yang ditulis para ahli dalam \"Kerangka konsensual\" sering harus dibungkus oleh sebuah \"Rhetorika\" atau \"balaghoh\" ( yakni seni penyusunan kalimat yang memiliki tujuan terntentu yang mulia ). Rhetorika tersebut oleh Prof. Dahl lebih ditegaskan sebagai \"Consensual Rhetoric\", sebagai representasi asli tentang sesuatu masalah, ialah sebuah produk masyarakat \"secara kollektif\", dan akhirnya bisa menyelimuti seluruh proses sistem politik selanjutnya”.
Baik teori distorsinya Whitehead maupun rhetrorikanya Dahl beranggapan tentang arti pentingnya ideas yang dimissikan oleh ideologi sebagai hasil kollektif konsensual yang bernilai luhur. Ketika kumpulan pemikiran itu bergerak aktif dalam sikap dan tingkah laku komunitas politik, yakni bangsa dalam perjalanan sejarah panjangnya, maka \"Consensual rhetoric\" akan terus hidup dinamis dan terbuka luas untuk masukan atau penafsiran baru, mengisi sejarah negara-bangsa untuk selamanya.
Untuk lebih memperjelas obyektivitas produk politik dari sebuah ideologi yang berkembang, bapak sosiologi Karl Mannheim menyimpulkan bahwa semua \"Political thinking\" termasuk di dalamnya apa yang disebut ideologi atau pendangan politik suatu bangsa akan selalu \"Relational\" artinya terkait erat antara \"kepentingan dan situasi lingkungan para pemikir, ketika ideologi tersebut terbentuk. ideologi karenanya sebagai gambaran mungkin tidak sempurna tentang realitas itu. Hanya yang menjadi opposant yang bisa memberikan gambaran distorsi yang ada pada pandangan ideologis. Oleh karena itu dalam masyarakat liberal berkembang adanya kelompok cendikiawan yang \"free floating\" (freischweben), yang merasa tidak terikat lagi pada kelompok terntentu atau tatanan tertentu yang sudah established. Para floaters ini kemudian menghindar dari konflik politik yang sering muncul dalam kehidupan demokrasi. Namun apabila secara obyektif kultur politik suatu bangsa dimonitor secara teliti, maka tidak jarang ditemukan bahwa ideologi bisa mempunyai arti aslinya yang ilmiah dan tidak sedikitpun terdistorsi oleh kepentingan atau otoritas politik tertentu. ***
Pancasila sebagai pandangan hidup suatu bangsa Indonesia karena Tanpa pandangn hidup, suatu bangsa akan terombang ambing. Dengan pandangan hidup suatu bangsa dapat secara jelas mengetahui arah yang dicapai.
Dengan pandangan hidup, suatu bangsa :
· Akan dengan mudah memandang persoalan-pesoalan yang dihadapi;
· Akan dengan mudah mencari pemecahan masalah-masalah yang dihadapi;
· Akan memiliki pedoman dan pegangan;
· Akan membangun dirinya.
Dengan uraian di atas jelaslah betapa pentingnya pandangan hidup suatu bangsa. Pertanyaan berikut yang secara wajar muncul pada diri kita sendiri “ apakah pandangan hidup itu sesungguhnya?”.
Seorang dewasa yang memiliki pandangan hidup adalah seseorang yang :
· Yang secara sadar mengetahui cita-citanya.
· Yang secara sadar memilih bentuk kehidupan yang ditempuhnya.
· Yang mengetahui nilai-nilai yang dijunjung tinggi.
· Yang mengetahui mana yang benar dan mana yang salah serta melaksanakanya secara jujur.
Dengan demikian, pandangan hidup suatu bangsa adalah :
7. Cita-cita bangsa;
8. Pikiran-pikiran yang mendalam;
9. Gagasan mengenai wujud kehidupan yang lebih baik.
Jadi pandangan hidup suatu bangsa adalah inti sari (kristalisasi) dari nilai-nilai yang dimiliki bangsa itu dan diyakini kebenaranya, yang berdasarkan pengalaman sejarah dan yang telah menimbulkan tekad pada bangsa itu untuk mewujudkanya dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam pengertian ini, Pancasila disebut juga way of life, weltanschaung, wereldbeschouwing, wereld en levens beschouwing, pandangan dunia, pandangan hidup, pegangan hidup dan petunjuk hidup. Dalam hal ini Pancasila digunakan sebagai petunjuk arah semua semua kegiatan atau aktivitas hidup dan kehidupan dalam segala bidang. Hal ini berarti bahwa semua tingkah laku dan tindakn pembuatan setiap manusia Indonesia harus dijiwai dan merupakan pencatatan dari semua sila Pancasila. Hal ini karena Pancasila Weltanschauung merupakan suatu kesatuan, tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lain, keseluruhan sila dalam Pancasila merupakan satu kesatuan organis. Semua tingkah laku dan perbuatan setiap manusia Indonesia harus dijiwai dan merupakan pancaran dari semua sila Pancasila. Selain itu, Pancasila juga mempunyai juga sebagai berikut:
1) Pancasila sebagai Jiwa Bangsa Indonesia.
Pancasila dalam pengertian ini adalah seperti yang dijelaskan dalam won Von Savigny bahwa setiap volksgeist (jiwa rakyatijiwa hangsa) Indonesia telah melaksanakan Pancasila. Dengan kata lain, lahirnya Pancasila bersamaan dengan adanya bangsa Indonesia.
2) Pancasila sebagai Kepribadian Bangsa Indonesia.
Pancasila dalam pengenian ini adalah bahwa sikap, tingkah laku, dan perbuatan hangsa Indonesia mempunyai ciri khas. Artinya, dapat dibedakan dengan bangsa lain. Ciri-ciri khas inilah yang disebut kepribadian. Kepribadian bangsa Indonesia adalah Pancasila. Oleh karena itu, Pancasila disebut juga sebagai kepribadian bangsa Indonesia.
3) Pancasila sebagai Perjanjian Luhur Bangsa Indonesia.
Pancasila disahkan bersama-sama dengan disahkannya UUD 1945 oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada 15 Agustus 1945. PPKI ini merupakan wakil-wakil dari seluruh rakyar Indonesia yang mengesahkan perjanjian luhur tersebut.
4)Pancasila sebagai Cita-Cita dan Tujuan Bangsa Indonesia.
Cita-cita luhur bangsa Indonesia tegas memuat dalam Pembukaan UUD 1945 karena Pembukaan UUD 1945 merupakan perjuangan jiwa proklamasi, yaitu jiwa Pancasila. Dengan demikian, Pancasila merupakan cita-cita dan tujuan bangsa Indonesia.
2.3 Pancasila sebagai dasar Negara republik Indonesia
Pancasila sebagai falsafah negara (philosohische gronslag) dari negara, ideology negara, dan staatside. Dalam hal ini Pancasila digunakan sebagai dasar mengatur pemerintahan atau penyenggaraan negara. Hal ini sesuai dengan bunyi pembukaan UUD 1945, yang dengan jelas menyatakan “ .....maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu udang-undang dasar negara Indonesia yang terbentuk dalam suat susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada…..”
Pancasila sebagai pandangan hidup dan dasar negara Indonesia mempunyai beberapa fungsi pokok, yaitu:
Pancasila sebagai pandangan hidup dan dasar negara Indonesia mempunyai beberapa fungsi pokok, yaitu:
1. Pancsila dasar negara sesuai dengan pembukaan UUD 1945 dan yang pada hakikatnya adalah sebagai sumber dari segala sumber hukum atau sumber tertib hukum. Hal ini tentang tertuang dalam ketetapan MRP No. XX/MPRS/1966 dan ketetapan MPR No. V/MP/1973 serta ketetapan No. IX/MPR/1978. merupakan pengertian yuridis ketatanegaraan.
2. Pancasila sebagai pengatur hidup kemasyarakatan pada umumnya (merupakan pengertian Pancasila yang bersifat sosiologis)
3. Pancasila sebagai pengatur tingkah laku pribadi dan cara-cara dalam mencari kebenaran (merupakan pengertian Pancasila yang bersifat etis dan filosofis) . Dalam sumber lain juga mengatakan bahwas pancasila sebagai pengertian ini sering dsebut Dasar Filsafah Negara. Ideplogi Negara,staatsidee dan sebagainya. Dalam hal ini pancasila dipergunakan sebagai dasar mengatur pemerintahan Negara. Dasar-dasar Negara yang fundamental ini terkandung dalam pembukaan UUD 1945 yang tercantum dasar Negara pancasila yang mengandug 4 pokok pikiran. Pada sumber lain juga menyatakan bahwa Pengertian Pancasila sebagai dasar negara diperoleh dari alinea keempat Pembukaan UUD 1945 dan sebagaimana tertuang dalam Memorandum DPR-GR 9 Juni 1966 yang menandaskan Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa yang telah dimurnikan dan dipadatkan oleh PPKI atas nama rakyat Indonesia menjadi dasar negara Republik Indonesia. Memorandum DPR-GR itu disahkan pula oleh MPRS dengan Ketetapan No.XX/MPRS/1966. Ketetapan MPR No.V/MPR/1973 dan Ketetapan MPR No.IX/MPR/1978 yang menegaskan kedudukan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum atau sumber dari tertib hukum di Indonesia.
Inilah sifat dasar Pancasila yang pertama dan utama, yakni sebagai dasar negara (philosophische grondslaag) Republik Indonesia. Pancasila yang terkandung dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945 tersebut ditetapkan sebagai dasar negara pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh PPKI yang dapat dianggap sebagai penjelmaan kehendak seluruh rakyat Indonesia yang merdeka.
Dengan syarat utama sebuah bangsa menurut Ernest Renan: kehendak untuk bersatu (le desir d’etre ensemble) dan memahami Pancasila dari sejarahnya dapat diketahui bahwa Pancasila merupakan sebuah kompromi dan konsensus nasional karena memuat nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh semua golongan dan lapisan masyarakat Indonesia.
Maka Pancasila merupakan intelligent choice karena mengatasi keanekaragaman dalam masyarakat Indonesia dengan tetap toleran terhadap adanya perbedaan. Penetapan Pancasila sebagai dasar negara tak hendak menghapuskan perbedaan (indifferentism), tetapi merangkum semuanya dalam satu semboyan empiris khas Indonesia yang dinyatakan dalam seloka “Bhinneka Tunggal Ika”.
Mengenai hal itu pantaslah diingat pendapat Prof.Dr. Supomo: “Jika kita hendak mendirikan Negara Indonesia yang sesuai dengan keistimewaan sifat dan corak masyarakat Indonesia, maka Negara kita harus berdasar atas aliran pikiran Negara (Staatside) integralistik … Negara tidak mempersatukan diri dengan golongan yang terbesar dalam masyarakat, juga tidak mempersatukan diri dengan golongan yang paling kuat, melainkan mengatasi segala golongan dan segala perorangan, mempersatukan diri dengan segala lapisan rakyatnya …”
Penetapan Pancasila sebagai dasar negara itu memberikan pengertian bahwa negara Indonesia adalah Negara Pancasila. Hal itu mengandung arti bahwa negara harus tunduk kepadanya, membela dan melaksanakannya dalam seluruh perundang-undangan. Mengenai hal itu, Kirdi Dipoyudo (1979:30) menjelaskan: “Negara Pancasila adalah suatu negara yang didirikan, dipertahankan dan dikembangkan dengan tujuan untuk melindungi dan mengembangkan martabat dan hak-hak azasi semua warga bangsa Indonesia (kemanusiaan yang adil dan beradab), agar masing-masing dapat hidup layak sebagai manusia, mengembangkan dirinya dan mewujudkan kesejahteraannya lahir batin selengkap mungkin, memajukan kesejahteraan umum, yaitu kesejahteraan lahir batin seluruh rakyat, dan mencerdaskan kehidupan bangsa (keadilan sosial).”
Pandangan tersebut melukiskan Pancasila secara integral (utuh dan menyeluruh) sehingga merupakan penopang yang kokoh terhadap negara yang didirikan di atasnya, dipertahankan dan dikembangkan dengan tujuan untuk melindungi dan mengembangkan martabat dan hak-hak azasi semua warga bangsa Indonesia. Perlindungan dan pengembangan martabat kemanusiaan itu merupakan kewajiban negara, yakni dengan memandang manusia qua talis, manusia adalah manusia sesuai dengan principium identatisnya.
Pancasila seperti yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 dan ditegaskan keseragaman sistematikanya melalui Instruksi Presiden No.12 Tahun 1968 itu tersusun secara hirarkis-piramidal. Setiap sila (dasar/ azas) memiliki hubungan yang saling mengikat dan menjiwai satu sama lain sedemikian rupa hingga tidak dapat dipisah-pisahkan. Melanggar satu sila dan mencari pembenarannya pada sila lainnya adalah tindakan sia-sia. Oleh karena itu, Pancasila pun harus dipandang sebagai satu kesatuan yang bulat dan utuh, yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Usaha memisahkan sila-sila dalam kesatuan yang utuh dan bulat dari Pancasila akan menyebabkan Pancasila kehilangan esensinya sebagai dasar negara.
Sebagai alasan mengapa Pancasila harus dipandang sebagai satu kesatuan yang bulat dan utuh ialah karena setiap sila dalam Pancasila tidak dapat diantitesiskan satu sama lain. Secara tepat dalam Seminar Pancasila tahun 1959, Prof. Notonagoro melukiskan sifat hirarkis-piramidal Pancasila dengan menempatkan sila “Ketuhanan Yang Mahaesa” sebagai basis bentuk piramid Pancasila. Dengan demikian keempat sila yang lain haruslah dijiwai oleh sila “Ketuhanan Yang Mahaesa”. Secara tegas, Dr. Hamka mengatakan: “Tiap-tiap orang beragama atau percaya pada Tuhan Yang Maha Esa, Pancasila bukanlah sesuatu yang perlu dibicarakan lagi, karena sila yang 4 dari Pancasila sebenarnya hanyalah akibat saja dari sila pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa.”
Dengan demikian dapatlah disimpulkan bahwa Pancasila sebagai dasar negara sesungguhnya berisi:
· Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-Persatuan Indonesia, yang ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, serta ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
· Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Persatuan Indonesia, yang ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, dan ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
· Persatuan Indonesia, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, dan ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
· Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-Persatuan Indonesia, dan ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
· Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-Persatuan Indonesia, dan ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan.
2.4 Pembahasan Sila – Sila Pancasila
2.4.1. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa

Mengandung arti pengakuan adanya kuasa prima (sebab pertama) yaitu Tuhan yang Maha Esa
· Menjamin penduduk untuk memeluk agama masing-masing dan beribadah menurut agamanya.
· Tidak memaksa warga negara untuk beragama.
· Menjamin berkembang dan tumbuh suburnya kehidupan beragama.
· Bertoleransi dalam beragama, dalam hal ini toleransi ditekankan dalam beribadah menurut agamanya masing-masing.
· Negara memberi fasilitator bagi tumbuh kembangnya agama dan iman warga negara dan mediator ketika terjadi konflik agama.
Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan oleh karenanya manuasia percaya dan taqwa terhadap Tuhan YME sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
2.4.2. Sila kemanusian Yang Adil dan Beradab
· Menempatkan manusia sesuai dengan hakikatnya sebagai makhluk Tuhan
· Menjunjung tinggi kemerdekaan sebagai hak segala bangsa.
· Mewujudkan keadilan dan peradaban yang tidak lemah.
Kemanusiaan yang adil dan beradab menunjang tinggi nilai-nilai kemanusiaan, gemar melakukan kegiatan –kegiatan kemanusiaan, dan berani membela kebenaran dan keadilan. Sadar bahwa manusia adalah sederajat, maka bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia, karena itu dikembangkanlah sikap hormat dan bekerja sama dengan bangsa –bangsa lain.
2.4.3. Sila Persatuan Indonesia
* Menjaga Persatuan dan Kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
* Menjaga Persatuan dan Kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
* Rela berkorban demi bangsa dan Negara
* Cinta akan Tanah Air.
* Berbangga sebagai bagian dari Indonesia.
* Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa yang ber-Bhinneka Tunggal Ika.
*Menumbuhkan rasa senasib dan sepenanggungan
* Berbangga sebagai bagian dari Indonesia.
* Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa yang ber-Bhinneka Tunggal Ika.
*Menumbuhkan rasa senasib dan sepenanggungan
Dengan sila persatuan Indonesia, manusia Indonesia menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara diatas kepentingan pribadi dan golongan. Persatuan dikembangkan atas dasar Bhineka Tunggal Ika, dengan memajukan pergaulan demi kesatuan dan persatuan bangsa.
2.4.4. Sila Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan perwakilan
· Hakikat sila ini adalah demokrasi.
· Permusyawaratan, artinya mengusahakan putusan bersama secara bulat, baru sesudah itu diadakan tindakan bersama.
· Dalam melaksanakan keputusan diperlukan kejujuran bersama.
Manusia Indonesia menghayati dan menjungjung tinggi setiap hasil keputusan musyawarah, karena itu semua pihak yang bersangkutan harus menerimannya dan melaksanakannya dengan itikad baik dan penuh rasa tanggung jawab. Disini kepentingan bersamalah yang diutamakan di atas kepentingan pribadi atau golongan. Pembicaraan dalam musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur. Keputusan-keputusan yang diambil harus dapat dipertanggung jawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjungjung tinggi harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan. Dalam melaksanakan permusyawaratan, kepercayaan diberikan kepada wakil-wakil yang dipercayanya.
2.4.5. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
* Bersikap adil terhadap sesama.
* Menghormati hak-hak orang lain.
* Menolong sesama.
* Menghargai orang lain.
* Melakukan pekerjaan yang berguna bagi kepentingan umum dan bersama.
* Menghormati hak-hak orang lain.
* Menolong sesama.
* Menghargai orang lain.
* Melakukan pekerjaan yang berguna bagi kepentingan umum dan bersama.
Dengan sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, manusia Indonesia menyadari hak dan kewajiban yang sama untuk menciptakan keadilan sosial dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Dalam rangka ini dikembangkan perbuatannya yang luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan gotong royong. Untuk itu dikembangkan sikap adil terhadap sesama, menjaga kesinambungan antara hak dan kewajiban serta menghormati hak-hak orang lain.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pancasila adalah pandangan hidup bangsa dan dasar negara Republik Indonesia. Pancasila juga merupakan sumber kejiwaan masyarakat dan negara Republik Indonesia. Maka manusia Indonesia menjadikan pengamalan Pancasila sebagai perjuangan utama dalam kehidupan kemasyarakatan dan kehidupan kengaraan. Oleh karena itu pengalamannya harus dimulai dari setiap warga negara Indonesia,dan diperlukan kesadaran dari masing-masing individual dari setiap masyarakan Indonesia dan setiap penyelenggara negara yang secara meluas akan berkembang menjadi pengalaman Pancasila oleh setiap lembaga kenegaraan dan lembaga kemasyarakatan, baik dipusat maupun di daerah. Juga dalam setiap sila yang terdapat dalam pancasila terdapat suatu pesan yang sangat mendalam yang bernilai positif untuk menjalani kehidupan berbangsa di indonesia.
3.2 Saran-Saran
Berdasarkan uraian di atas kiranya kita dapat menyadari bahwa Pancasila merupakan falsafah negara kita republik Indonesia, Maka kita harus menjungjung tinggi dan mengamalkan sila-sila dari Pancasila tersebut dengan setulus hati dan penuh rasa tanggung jawab. Serta rasa tanggung jawab ini tidak hanya berlaku bagi para penjabat negara di negeri ini,melainkan juga bagi seluruh warga indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
1. Srijanto Djarot, Drs., Waspodo Eling, BA, Mulyadi Drs. 1994 Tata Negara Sekolah Menngah Umum. Surakarta; PT. Pabelan.
2. Pangeran Alhaj S.T.S Drs., Surya Partia Usman Drs., 1995. Materi Pokok Pendekatan Pancasila. Jakarta; Universitas Terbuka Depdikbud..
3. NN. Tanpa Tahun. Pedoman Penghayatan Dan Pengamalan Pancasila. Sekretariat Negara Republik Indonesia Tap MPR No. II/MPR/1987
4. Foto copy dari bpk Drs I Made Arsana M.si
19. Refrensi UM
20. ***Karl Mannheim, Ideology and Utopian, An Introduction to Ideology of Knowledge, New York, 1936, translation L. Wirth and E. Shil.
0 komentar:
Posting Komentar